PEMIKIRAN ILMU KALAM DARI ALIRAN ASY'ARIYAH

 Haii Blogger !!!




Ada beberapa factor yang menyebabkan unculnya berbagai golongan dengan segala pemikiranya. Diantaranya adalah faktor poitik sebagaimana yang telah terjadi pertentangan antara kelompok Ali dengan pengikut Muawiyah, sehingga memunculkan golongan yang baru yaitu golongan khawarij. Lalu muncullah golongan-golongan lain sebagai reaksi dari golongan satu pada golongan yang lain contohnya yaitu golongan asy'ariyah. Aliran ini merupakan salah satu aliran yang muncul atas reaksi terhadap Mu’tazilah sebagai paham yang memprioritaskan akal sebagai landasan dalam beragama. Ketidaksepakatan terhadap doktrin-doktrin Mu’tazilah tersebut memunculkan aliran Asy’ariyah yang dipelopori oleh Abu Al-Hasan Al-Asy’ari.

A. Sejarah Munculnya Aliran Asy'ariyah
     Ada beberpa alasan yang menyebabkan al-Asy’ari menjauhkan diri dari Muktazilah seksaligus sebagai penyebab timbulnya aliran teologi yang dikenal dengan nama al-Asy’ari sebagai berikut: Salah satu penyebab keluarnya al-Asy’ari dari Muktazilah ialah adanya perdebatan-perdebatan dengan gurunya Abu ‘Ali al-Jubbâi tentang dasar-dasar paham aliran Muktazilah yang berakhir dengan terlihatnya kelemahan paham Muktazilah. Diantara perdebatan-perdebatan itu ialah mengenai soal al-Ashlah (“keharusan mengerjakan yang terbaik bagi Tuhan”). Sebagai seorang muslim yang sangat gairah terhadap keutuhan kaum muslimin, ia sangat mengkhawatirkan Al-Qur’an dan Hadis menjadi korban paham- paham Muktazilah yang menurut pendapatnya tidak dapat dibenarkan, karena didasarkan atas pemujaan akal pemikiran sebagaimana dikhawatirkan menjadi korban sikap ahli Hadis antropomorphist yang hanya memegangi nas-nas dengan meninggalkan jiwanya. Melihat keadaan demikian, maka al-Asy’ari mengambil jalan tengah antara golongan rasionalis dan golongan textualist dan ternyata jalan tengah tersebut dapat diterima oleh mayoritas kaum muslmin.

B. Pengertian Asyariyah
     Al Asy’ari merupakan nama sebuah kabilah Arab yang terkemuka di Bashrah, Irak. Dari kabilah ini muncul beberapa orang tokoh terkemuka yang turut mempengaruhi dan mewarnai sejarah peradaban umat Islam. Nama Al-Asy’ariyah diambil dari nama Abu Al-Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari yang dilahirkan dikota Bashrah (Irak) pada tahun 206 H/873 M. Pada awalnya Al-Asy’ari ini berguru kepada tokoh Mu’tazilah waktu itu, yang bernama Abu Ali Al-Jubai. Dalam beberapa waktu lamanya ia merenungkan dan mempertimbangkan antara ajaran-ajaran Mu’tazillah dengan paham ahli-ahli fiqih dan hadist. fokus kegiatan Al-Asy’ari adalah ditujukan pada orang- orang Mu’tazilah seperti Ali Al-Jubai, Abul Hudzail dan lain-lain. Aliran Asy’ariyah itu sendiri merupakan suatu reaksi terhadap aliran muktazilah dan ajaran pokok dalam aliran ini terdiri dari zat dan sifat-sifat Tuhan, kebebesan dalam berkehendak, akal dan wahyu, kebaikan dan keburukan serta qadimnya kalam Allah SWT, Wujud Allah, keadilan, dan kebaruan alam dan kedudukan orang yang berbuat dosa.

C. Pokok-Pokok Ajaran Aliran Asy’ariyah
    Pada dasarnya golongan Asy’ariyah adalah aliran yang berusaha mengambil sikap tengah antara kaum salaf dengan mu’tazilah. Dengan kata lain, pendekatan yang digunakan Asy’ariyah antara tekstual dan kontekstual, sehingga imam Ghazali menyebutnya dengan aliran almutawasit atau aliran pertengahan. Berikut ini adalah pokok pokok ajaran asy’ariyah.
        
        1. Sifat-sifat Allah 
            Golongan Asy’ariyah berpendapat bahwa Allah memiliki sifat sifat azali seperti al-ilm,al-qudrat,al-irodah,al-bashar, al-hayyah dan lain sebagainya. Namun semua ini dikatakan tanpa diketahui bagaimana cara dan batasnya. Asy’ariyah juga menyakini akan sifat sifat allah yang bersifat khabariyah, seperti al-‘ain, al-yad, al-wajhu. Yang mana sifat sifat tersebut tidak bisa disamakan dengan sifat yang melekat pada makhluk.
        2. Kebebasan berkehendak
            Terkait dengan perbuatan manusia, Asy’ariyah berpendapat bahwa manusia memiliki kemampuan yang terlepas dari intervensi kuasa tuhan (free will and free act). Menurut Asy’ariyah , perbuatan manusia pada hakikatnya adalah perbuatan tuhan, hanya saja manusia memiliki kemampuan yang disebut dengan al-kasb5 . Meskipun Asy’ariyah menerima konsep taqdir yang telah ditentukan sebelumnya, tetapi mereka masih memakai konsep perolehan (kasb), yang membuat manusia akan bertanggung jawab atas perbuatannya.
        3. Kalam Allah
            Pemikiran kalam Asy’ari tentang kalam Allah atau Al-qur’an dibedakan menjadi dua, yaitu kalam nafsi dan kalam lafdzi. Kalam nafsi adalah firman Allah yang bersifat abstrak tidak berbentuk yang ada pada zat (diri) Allah, ia bersifat qadim dan azali serta tidak berubah oleh adanya ruang, waktu dan tempat. Kalam lafdzi adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Rasul dalam bentuk huruf atau kata kata yang dapat ditulis, dibaca, disuarakan oleh makhluk-Nya, yakni berupa Al-qur’an yang dapat dibaca sehari hari.
        4. Ru’yah kepada Allah
            Al-Asy’ari mengemukakan dua pandangan mengenai sifat dasar dari penglihatan kepada Allah. Yang pertama, pandangan ini merupakan pengetahuan yang istimewa, dengan artian bahwa ia lebih lebih berkaitan dengan yang eksis daripada yang non eksis. Kedua, ini merupakan persepsi di luar pengetahuan, yang tidak menuntut dampak terhadap benda yang dipersepsikan, tidak pula sebuah dampak yang berasal darinya.
       5. Kedudukan orang yang berbuat dosa
            Al-Asy’ari mengatakan bahwa orang mukmin yang meng-Esa-kan Allah tetapi dia fasik, maka terserah kepada Allah, apakah akan diampuni dan langsung masuk surga atau akan dijatuhi siksa karena kefasikannya, kemudian dimasukkan kedalam surga. Dalam hal ini, Asy’ariyah berpendapat bahwa mukmin yang melakukan dosa besar adalah mukmin yang fasiq, sebab iman
tidak mungkin hilang karena dosa selain kufur.

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama